Menikah Dengan Perjanjian

Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, yang disusun oleh Amin Yahya Al-Wazan.

Ada kalanya sebagian dari kaum muslimin yang akan melangsungkan pernikahan, salah satu diantara mereka membuat persyaratan-persyaratan tertentu (janji pernikahan) kepada calon pasangannya, dan sesuatu hal tidak bisa dipungkiri dan mungkin saja terjadi, kadangkala sebagian dari persyaratan-persyaratan itu justru memberatkan atau membebani dan mungkin juga ada yang melanggar secara syar'i.

SYARAT NIKAH DENGAN MENCERAIKAN ISTRI PERTAMA
Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya : "Apabila seorang wanita mau dinikahi dengan syarat istri pertama diceraikan, bagaimana jika ia tahu hukumnya dan bagaimaka jika ia tidak tahu hukumnya?"

Jawaban:
Apabila seorang wanita mau menikah dengan syarat istri pertama ditalak menurut pendapat Abil Khaththab pernikahan sah. Akan tetapi menurut syaikh Taqiyuddin pernikahan tersebut tidak sah dan inilah pendapat yang benar. Tidak boleh bagi seorang wanita mau dinikahi dengan syarat istri pertama dicerai dan jika tetap bersikeras mensyaratkan seperti itu maka syarat tersebut dinyatakan sia-sia.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Setiap syarat yang tidak benarkan oleh aturan Allah maka syarat tersebut batil".

Dan dalam hadits yang lain Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Janganlah seorang wanita meminta suaminya untuk mentalak istri lainnya untuk mendapatkan sesuatu yang tidak menjadi haknya".

Apabila seorang wanita tidak mau menikah kecuali dengan syarat istri yang pertama diceraikan dan ia tidak rela jika mengetahui istri pertama belum ditalak sementara ia tahu bahwa syarat tersebut batil maka peryaratan tersebut dinyatakan sia-sia. Sebab bila wanita mengetahui hukum sesuatu tetapi tetap melanggarnya, maka ia harus diberi sanksi untuk tidak mendapatkannya kecuali bila ia tidak tahu, amka pernikahannya dibatalkan karena akad nikahnya tidak memenuhi persyaratan.
[Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Juz 10/143]

MENIKAH DENGAN SYARAT TIDAK BOLEH KELUAR RUMAH
Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya : "Seorang wanita dan walinya mensyaratkan, mau melangsungkan pernikahan dengan syarat suaminya tidak membawanya keluar dari kampung atau negara?"

Jawaban:
Apabila seorang wanita dan walinya sepakat tidak mau melangsugkan pernikahan kecuali dengan syarat setelah menikah istrinya tidak diajak pindah ke negeri lain, maka syarat tersebut sah dan harus dipenuhi, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Uqbah Ibnu Amr bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Sesungguhnya syarat-syarat yang paling berhak dipenuhi adalah syarat yang telah kamu sepakat dalam pernikahan".

Dan Atsram meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki menikah dengan wanita, dan wali wanita mensyaratkan ia tetap tinggal bersama keluarganya kemudian suaminya ingin mengajaknya pindah, lalu keluarganya melaporkan hal tersebut kepada Umar dan beliau membenarkan syarat tersebut. Akan tetapi bila istrinya rela diajak untuk pindah, maka suaminya boleh membawa pindah.
[Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Juz 10/146]

WANITA MAU MENIKAH DENGAN SYARAT IA BOLEH TETAP MENGAJAR
Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya: "Seorang wanita mau menikah dengan syarat ia boleh tetap mengajar dan calon suaminya menerima syarat tersebut, setelah terjadi kesepakatan wanita tersebut mau menikah. Apakah sang suami tetap wajib memberi nafkah kepadanya dan kepada anak-anaknya sementara wanita tersebut pegawai negeri? Dan apakah boleh ia (suami) mengambil gaji istrinya tanpa mendapat persetujuannya? Dan jika wanita itu seorang yang beragama dan tidak mau mendegarkan musik tetapi suami dan kelurga suami memaksanya dengan mengatakan: Sesungguhnya orang yang tidak suka mendengarkan musik hatinya gundah. Apakah istri tersebut harus tetap tinggal bersama suaminya dalam keadaan seperti itu?"

Jawaban:
Apabila seorang wanita mensyaratkan kepada calon suami bahwa ia mau menikah dengan syarat ia boleh mengajar atau belajar dan syarat tersebut diterima pada saat akad nikah, maka syarat tersebut sah. Dan setelah suaminya mencampurinya, maka tidak boleh baginya menghalangi istrinya dari mengajar atau belajar berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Sesungguhnya syarat yang paling berhak kalian penuhi adalah syarat dalam pernikahan."

Dan jika suami menghalanginya untuk mengajar, maka ia berhak mengajukan tuntutan pembatalan pernikahan kepada pengadilan syar'i atau tetap tinggal bersama suaminya.

Mengenai masalah suami menyuruh istrinya mendengarkan musik, bagi istri tidak boleh menuntut pembatalan pernikahan, tetapi ia harus menasehati dan memberitahu suaminya bahwa hal tersebut haram. Dan ia tidak boleh menghadiri acara-acara keluarga yang menggunakan musik.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Agama adalah nasehat" [Hadits Riwayat Muslim]

Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, artinya: "Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu merubahnya maka dengan lisannya dan jika tidak mampu merubahnya maka dengan hatinya dan itulah batasan iman yang paling lemah" [Hadits Riwayat Muslim]

Banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits sekitar masalah ini. Bagi suami wajib memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya dan tidak dibolehkan ia mengambil gaji istrinya kecuali atas izin dan persetujuan darinya serta tidak boleh bagi istri tersebut pergi ke rumah keluarga atau tempat yang lain melainkan atas seizin suaminya.
[Fatawa Mar'ah, hal 58]

0 comments: